News.schmu.id, Jakarta: Polemik dan Terobosan Nadiem Makarim, Pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk masa jabatan kedua bersama Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin memilih pendiri Gojek, Nadiem Makarim, untuk memimpin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Banyak pihak yang tidak menyangka Nadiem Makarim akan menjadi Menteri Pendidikan.
Terobosan Nadiem Makarim

Pasalnya, Nadiem dinilai tidak berlatar belakang pendidikan. Namun, Presiden Jokowi menilai latar belakang Nadiem mendirikan perusahaan rintisan berbasis teknologi sebagai modal sendiri.
Presiden yakin sosok Nadiem dapat menggunakan keahliannya di bidang teknologi untuk menerapkan standar pendidikan yang sama untuk 300.000 sekolah dengan 50 juta siswa yang tersebar di seluruh Indonesia. Bayangkan mengelola sekolah, mengelola siswa, mengelola guru sebanyak itu.
Serta dituntut dengan standar yang sama, ”kata Jokowi saat berbicara kepada wartawan di Istana Presiden, Jakarta, Kamis (24/10/2019). Baca Juga: Satu Tahun Nadiem, Ketua Komisi X Minta Kemendikbud Tingkatkan Komunikasi Publik “Kami diberi kesempatan setelah ada yang namanya teknologi, yaitu aplikasi sistem yang bisa membuat lompatan. Itu sebabnya, Jokowi merasa percaya diri saat memilih Nadiem.
“Makanya Mas Nadiem Makarim dipilih,” ujarnya. Jokowi juga menuturkan, Nadiem sudah banyak bercerita tentang apa saja yang dilakukan untuk mewujudkan SDM yang berkualitas. “Ada peluang besar, ada terobosan besar untuk melakukan itu. Itu kurang lebihnya,” kata Presiden.
Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka Dalam seratus hari pertama jam kerja, Mendiknas Nadiem Makarim menyampaikan bahwa pihaknya fokus pada upaya mendobrak hambatan regulasi yang memangkas inovasi.
Usai soal pemotongan hambatan regulasi, Kementerian Pendidikan menyatakan akan fokus pada pematangan konsep Merdeka Belajar di tingkat kurikulum dan guru serta Kampus Merdeka untuk jenjang perguruan tinggi.
Mengganti Ujian Nasional
Terobosan Nadiem Makarim lain yang diutarakannya adalah mengganti mekanisme Ujian Nasional (UN) mulai 2021. Menurut Nadiem, sistem UN saat ini tidak akan digunakan lagi pada 2021. “Pada 2021, UN akan diganti dengan penilaian kompetensi minimal dan survei karakter, ”jelas Nadiem dalam pemaparan program” Merdeka Belajar “di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).
Nadiem menjelaskan, penilaian kompetensi minimal mengacu pada dua hal yaitu literasi dan berhitung. Asesmen tambahan berasal dari survei karakter berdasarkan observasi guru terhadap perilaku dan sikap peserta didik yang sesuai dengan Pancasila.
“Survei karakter ini akan menjadi tolak ukur untuk dapat memberikan umpan balik kepada sekolah untuk melakukan perubahan yang nantinya akan melahirkan siswa yang lebih bahagia dan juga semakin kuatnya prinsip Pancasila di lingkungan sekolah,” kata Nadiem.
Guru Yang Dirindukan Siswanya
Tidak Ada Bimbel Khusus, guru harus bisa menjadi pendidik yang dirindukan siswanya. Guru yang dirindukan, tidak hanya siswa yang antusias menerima materi pelajaran, hal-hal positif terkait pembentukan karakter juga akan dicontoh oleh siswa.
Resistensi dan partisipasi masyarakat yang telah digulung. Terhadap adanya resistensi di masyarakat terhadap kebijakan baru ini, Mendik mengatakan hal tersebut wajar karena jika ingin melakukan perubahan maka harus dilakukan secara drastis. “Saya berharap semua orang paham bahwa di Indonesia tidak ada satu pun bidang pemerintahan yang tidak boleh mengalami lompatan. Semuanya terjadi lompatan.
Memang negara kita begitu besar dan harus kita kejar, ”kata Nadiem, Rabu (30/1/2020).“ Kalau tidak ada yang resisten, berarti perubahan besar tidak berdampak cukup. Jadi saya melihat perlawanan positif itu sebagai tantangan bagi kami. ” dia berkata.
Merdeka Belajar
Mendikbud berharap kebijakan Merdeka Belajar semakin mengundang partisipasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pendidikan. Ia mengatakan, jika pemerintah berhasil maka kebijakan ini akan gagal. Karena itu, harus ada perubahan pola pikir.
Karena yang menjadikan pendidikan akurat, holistik, dan inklusif, serta relevan hanyalah kombinasi antara pendidikan dan masyarakat. Program Organisasi Motivasi dan polemiknya Program Organisasi Motivasi adalah salah satu program unggulan Departemen Pendidikan.
Program ini bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan untuk memotivasi guru dalam meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik. Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi masyarakat serta individu yang memiliki kapasitas untuk meningkatkan kualitas guru melalui pendidikanberbagai pelatihan.
Baca juga: Din Syamsuddin: Kisruh POP Itu Kesalahan Presiden
POP
Kementerian Pendidikan mengalokasikan anggaran Rp 595 miliar per tahun untuk mendanai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih. Organisasi yang dipilih dibagi menjadi 3 kategori yaitu Gajah, Macan, dan Rusa.
Untuk Gajah dialokasikan anggaran maksimal Rp20 miliar / tahun, Harimau Rp5 miliar per tahun, dan Kijang Rp1 miliar per tahun. Atas kebijakan ini, Nadiem tidak hanya menuai kritik dari Komisi X DPR, tetapi juga mendapat pukulan besar setelah organisasi besar di dunia pendidikan seperti PGRI, Lembaga Pendidikan PBNU Ma’arif, dan PP Muhammadiyah Dewan Pendidikan Dasar dan Menengah memutuskan mundur dari program ini.
Menanggapi hal itu, Nadiem Makarim mengatakan, masyarakat salah memahami program ini. Menurut Nadiem, POP dinilai banyak orang sebagai implementasi dari alokasi dana pemerintah.
Padahal, POP merupakan program yang dirancang agar Kemendiknas bisa mempelajari model pedagogis yang ada di organisasi penggerak pendidikan. “Program POP adalah semacam kompetisi, semacam prototipe tentang bagaimana berbagai organisasi di Indonesia telah berhasil meningkatkan numerasi dan literasi, dan model-model itu yang akan dipelajari oleh Kementerian Pendidikan dan dikutip untuk diadopsi.
Serta menjadikan kebijakan nasional jika berhasil,” kata Nadiem. Sebagai evaluasi atas kontroversi yang muncul, Mendikbud akhirnya memutuskan untuk menunda POP. Menurut Nadiem, ada beberapa faktor yang menjadi bahan evaluasi sebelum akhirnya memutuskan untuk menunda program POP.
Namun, dia meyakinkan program akan berjalan pada 2021. “Setelah sebulan evaluasi, kami memutuskan, karena beberapa faktor, program POP ditunda untuk 2020. Jadi program POP akan dimulai pada 2021, ”kata Nadiem.
“Jadi tetap akan berhasil, tapi dengan memberi kami waktu untuk melakukan segala macam perbaikan yang sebagian direkomendasikan oleh organisasi masyarakat besar,” ujarnya. Pembelajaran Jarak Jauh dan Tantangannya Kebijakan ini sempat dikeluarkan setelah wabah korona melanda Tanah Air.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memutuskan untuk memindahkan ruang belajar ke dunia maya. “Kita bergerak bersama untuk keluar dari situasi ini,” kata Mendikbud Nadiem melalui rilis resmi Kemendikbud (12/3/2020).
Lihat Foto Sejumlah siswa melakukan kegiatan Belajar Jarak Jauh (PJJ) di Pendopo RT 05 / RW 02, Desa Galur, Johar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (1/9/2020). JAK Wifi adalah program internet gratis dari Pemprov DKI Jakarta yang ditujukan untuk siswa di daerah padat penduduk yang kesulitan mengakses internet. (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)
Sedikitnya dua handout sudah dikeluarkan Kemendikbud terkait virus corona; Pertama, Surat Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kuota Belajar
Kedua, Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 di Unit Pendidikan. Kegiatan sekolah juga berlangsung berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada situasi sebelum pandemi virus corona.
Namun berbagai tantangan harus dihadapi demi kelangsungan pendidikan di negeri ini. Permasalahan yang akan dihadapi terutama terkait dengan infrastruktur, seperti listrik dan jaringan internet. Selain itu, tidak sedikit keluarga yang tidak memiliki gawai sebagai sarana mengikuti PJJ.
Setelah 4 bulan PJJ, Nadiem mengumumkan ketersediaan bantuan kuota internet untuk mendukung pembelajaran jarak jauh (PJJ) saat pandemi Covid-19. Nadiem mengatakan, bantuan kuota internet akan dikucurkan pemerintah sebesar Rp 9 triliun untuk membantu mahasiswa, guru, mahasiswa, dan dosen dalam melaksanakan PJJ.
“Kami sudah menyetujui anggaran Rp 9 triliun untuk tahun ini,” kata Nadiem dalam rapat kerja dengan Komisi X di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/8/2020). Nadiem menuturkan, bantuan kuota untuk mahasiswa, guru, mahasiswa dan dosen akan diberikan selama tiga hingga empat bulan ke depan.
Nadiem menuturkan, pihaknya telah berupaya menanggapi kekhawatiran masyarakat terkait kendala dalam pembelajaran jarak jauh. Nadiem dan pelayanannya kini menghadapi persoalan stres psikologis belajar dari rumah.
Baca Juga: KPK Akan Panggil Nadiem Makarim Terkait Polemik POP Kemendikbud
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kurang sigap dalam memitigasi dampak Covid-19 di bidang Pendidikan hingga akhirnya fokus pada bobot siswa dan orang tua siswa ketika harus belajar dari rumah.
“Beberapa sarjana“Itu hanya memberi tugas dan tugas, sehingga membuat siswa dan orang tua siswa tertekan,” ujarnya. Bobot PJJ ini membuat seorang siswa di Kota Tangerang mengalami kekerasan dari orang tua hingga meninggal dunia. Bahkan, beban akademik selama PJJ ini juga diduga menjadi pemicu kasus bunuh diri seorang siswi SMA di Gowa, Sulawesi Selatan.
Editor: cak iPhin | Sumber: kompas.com
Discussion about this post