news.schmu.id, Yogyakarta: Sekolah Tatap Muka. Pemerintah Kota Yogyakarta (Pemkot) sedang menyiapkan kebijakan terkait dimulainya sekolah tatap muka dengan terbatas. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya mengembalikan interaksi sosial siswa yang hilang akibat pembelajaran jarak jauh di tengah pandemi Covid-19.
Sekolah Tatap Muka Yogyakarta

Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Budi Santosa Asrori mengatakan, minimnya interaksi sosial siswa selama pandemi mempengaruhi banyak hal. Apalagi keadaan psikologis anak karena ia selalu aktif di rumah dan kurang berinteraksi dengan teman dan gurunya.
“Bagaimana anak bersosialisasi dengan masyarakat, lingkungan sekolah dan guru, hal ini hilang selama sembilan bulan ini. Kami telah memikirkan sampai di situ, bagaimana kami mencoba berinteraksi Sosial anak-anak perlahan pulih, kita inisiasi, ”kata Budi dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Sekolah di Era Pandemi‘ Sabtu (7/11).
Pihaknya berencana memulai sekolah tatap muka dengan waktu yang sangat terbatas seminggu sekali. Waktu yang dibutuhkan untuk menghadapinya hanya 1,5 jam.
Meski begitu, kata Budi, tidak semua kegiatan pembelajaran bisa dilakukan secara tatap muka. Namun, tatap muka hanya untuk pembelajaran yang sulit dilakukan secara online.
“Memang target kita dari interaksi sosial ini bisa pulih. Masalah teknis materi pembelajaran ada yang bisa jarak jauh, ada yang bisa online kan. Ada yang tidak bisa online misalnya anak kelas satu (SD),” ujarnya.
Pelaksanaan sekolah tatap muka ini akan dilakukan secara bertahap. Namun belum dapat dipastikan kapan akan dilaksanakan mengingat kasus baru yang terkonfirmasi positif masih meningkat di DIY, termasuk Yogyakarta.
Kurikulum Adaptif
Untuk mendukung sekolah tatap muka ini dikembangkan kurikulum yang adaptif sesuai dengan kondisi Covid-19. Kurikulum ini disusun bersama dengan kepala sekolah yang ada di Kota Yogyakarta.
Budi menuturkan, kurikulum adaptif ini sudah disosialisasikan ke sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Masih berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya, padahal sekolah tatap muka yang terbatas ini bisa dilakukan.
“Pembelajaran bertahap bisa dilakukan secara efektif. Keselamatan semua warga sekolah harus menjadi prioritas utama. Kita koordinasikan proses pembelajaran tatap muka itu mungkin atau tidak. “Kami sedang mempersiapkan. Termasuk upaya peningkatan kompetensi guru agar bisa beradaptasi dengan situasi saat ini,” jelasnya.
Kepala SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, Fitri Sari Sukmawati mengatakan, telah menyiapkan skenario pembelajaran tatap muka secara terbatas. Saat ini proses pembelajaran di sekolah masih dilakukan secara online.
Uji Coba Sekolah
Ini juga akan mensimulasikan implementasi protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dalam waktu dekat. Melalui simulasi ini, sudah ada kesiapan protokol kesehatan jika terbatas sekolah tatap muka bisa dilakukan.
“Senin (9/11) besok kita akan melakukan uji coba tatap muka penerapan protokol kesehatan dari awal (dari gerbang sekolah). Kita rekam video dan ini bentuk sosialisasi kita kepada siswa. Kita sudah punya naskah dan jadwal pelajaran yang sudah kita siapkan,” terangnya.
Fitri menjelaskan, jika kondisi sudah memungkinkan untuk melakukan pembelajaran tatap muka, maka sistem yang diterapkan adalah blended learning. Artinya, sistem pembelajaran tatap muka akan dipadukan dengan pembelajaran online.
“Kalau nanti dari mendapat izin dari Muhammadiyah Covid-19 Command Center, Majelis Dikdasmen dan (izin) berlapis lagi dari dinas (pendidikan) dan orang tua, maka kemungkinan sedikit demi sedikit interaksi anak (dengan sekolah ) akan pulih,” ujarnya. Fitri.
Fitri menuturkan, banyak orang tua siswa yang menanyakan tentang kepastian mendirikan sekolah buka kembali Namun hal tersebut harus diperhatikan secara matang agar tidak terjadi penularan Covid-19 di lingkungan sekolah.
Baca juga: Mahasiswa UI Rancang Sekolah Terapung
Oleh karena itu, diperlukan izin dari berbagai pihak untuk memulai sekolah tatap muka dengan terbatas. “Tantangannya dari segi kesehatan, karena anak-anak SMA itu kebal terhadap kesehatan yang baik. Ia khawatir gurunya akan terekspos jika kita sudah setengah blended learning (blended learning) kita lakukan,” kata Fitri.
editor: cak iPhin | sumber: republika.co.id
Discussion about this post