news.schmu.id, Jakarta: Omnibuslaw, Menjual Pendidikan dan Kebudayaan kepada Pengusaha — Setelah mempelajari Omnibuslaw Law Cipta Kerjta (Ciptaker), terdapat 63 kata pendidikan dan 4 kata budaya. Dari seluruh pasal UU Ciptaker, terlihat DPR dan Pemerintah berniat menjual pendidikan bangsa ini kepada penguasa, kapitalis, kapitalis.
Omnibuslaw, Menjual Pendidikan dan Kebudayaan
Selain itu, pendidikan diselenggarakan untuk menghasilkan tenaga kerja yang dibutuhkan pengusaha.
Salah satu pasal yang paling merusak mentalitas dunia pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Perhimpunan Keluarga Besar Keluarga Besar (PKBT) adalah Ayat 12 tentang Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 65 ayat (1), yang berbunyi: sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini. ”
Ketua PKBT Cahyono Agus menilai Pasal 65 melanggar UUD 1945 tentang komersialisasi pendidikan. Padahal, pemeliharaan pendidikan adalah tugas negara. Amandemen UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2 menyatakan: “Setiap warga negara berhak atas pendidikan, setiap warga negara wajib menempuh pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Dengan memberikan izin usaha kepada pengusaha untuk mengelola pendidikan, maka komersialisasi pendidikan pasti akan terjadi. Kapitalisasi pendidikan tidak bisa dihindari. Mentalitas bangsa juga akan berubah. Seorang guru pergi ke sekolah untuk mencari gaji. Kehormatan seorang guru selevel dengan seorang buruh. Dan mereka yang belajar tidak bisa lagi disebut pelajar, pelajar, pelajar (i). Lebih tepatnya; seorang konsumen / pembeli.
Hal di atas terlihat dari pemahaman DPR dan Pemerintah terhadap substansi, esensi, dan esensi pendidikan. Bagi DPR dan Pemerintah, melalui UU Hak Cipta ini pendidikan hanyalah salah satu kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pihak berwenang.
Artikel-artikel yang mengarah pada makna tersebut memenuhi halaman demi halaman Omnibuslaw Ciptaker.
Pasal 1 ayat 43 menyatakan: “Mitra Bahari adalah jaringan pemangku kepentingan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Kepulauan dalam penguatan kapasitas sumber daya manusia, kelembagaan, pendidikan, penyuluhan, pendampingan, pelatihan, penelitian terapan, dan pengembangan rekomendasi kebijakan”.
Wewenang Penyelenggara Pendidikan
Pasal 63 ayat 1 huruf w menyatakan: “Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah Pusat mempunyai tugas dan wewenang menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan.”
Bahkan, orang asing diberikan izin untuk menguasai dunia pendidikan. Pasal 19 ayat 2 huruf c tentang transfer ilmu dan transfer ilmu dari Arsitek Asing berbunyi: “Transfer ilmu dan transfer ilmu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: menyelenggarakan pendidikan dan / atau pelatihan kepada lembaga pendidikan, lembaga penelitian, dan / atau lembaga. pengembangan di bidang Arsitektur tanpa biaya. ”
Apalagi jika orang asing berkeinginan menguasai pendidikan dan budaya Indonesia, mereka sangat mudah masuk melalui pintu izin usaha atau izin investasi. Hal tersebut diatur dalam Bagian Keempat: Penyederhanaan Perizinan Bidang dan Fasilitas serta Persyaratan Penanaman Modal, Paragraf 1 Umum Pasal 26 huruf k, berbunyi: “Perizinan Wirausaha terdiri atas bidang: pendidikan dan kebudayaan.”
Semangat komersialisasi pendidikan dalam UU Ciptaker sejalan dengan ambisi politik Kementerian Pendidikan Nadiem Makarim. Berambisi menghubungkan dunia pendidikan dan dunia kerja.
Dunia pendidikan sebagai penyedia energi profesional untuk kebutuhan dunia kerja. Salah satu contohnya tercermin dalam Pasal 69 ayat 4 dan 5 tentang Energi Konstruksi, yang berbunyi:
“Pelatihan tenaga konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lembaga pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memenuhi Izin Usaha dari Pemerintah Pusat.”
Dalam beberapa hari mendatang, sisa kepemimpinan rezim Jokowi tampaknya akan fokus pada pembangunan fisik.
Sementara itu, pembangunan ke depan membutuhkan tenaga kerja yang lebih profesional. Karena itu, investor harus membuka lembaga pendidikan, dan pendidik asing juga harus mengajar.
Institusi pendidikan yang akan dibangun harus berstatus perusahaan dengan izin usaha. Semua detail tersebut tersusun rapi dalam Omnibuslaw Ciptaker Act.
Ancaman Investor dan Pendidik Asing
Dengan kekuatan investor asing dan pendidik asing yang harus menyelenggarakan pendidikan atau mentransfer ilmu dan mentransfer keterampilan, budaya nusantara juga terancam.
Ancaman tersebut terlihat dalam Pasal 1 ayat 1 Arsitektur yang diartikan sebagai: “hasil penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni secara utuh dalam menyusun ruang dan lingkungan binaan sebagai bagian dari budaya dan peradaban yang bertemu.
alat bantu fungsional, aturan konstruksi, dan aturan estetika dan mencakup faktor keselamatan, keamanan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. ”
baca juga: 19 Peran Guru Dalam Pembelajaran dan Pendidik
Dengan kata lain, bangunan yang akan dibangun selama sisa kepemimpinan rezim Jokowi dan Nadiem Makarim akan lebih condong pada pemikiran budaya para investor dan pendidik asing. Sebab, mereka akan “menjajah” gaya baru itu melalui bidang pendidikan dan pengembangan. Sedangkan dunia pendidikan dan pembangunan sudah terbuka lebar bagi kedatangan investor dan pengusaha asing. Omnibuslaw Ciptaker Act seolah berteriak dengan bangga: “Selamat datang di neo-kolonialisme!”.
Sebagai penutup, penulis ingin mengutip pandangan dari Najamuddin Muhammad, Dosen Pendidikan STAINU Purworejo dan Asesor BAN PAUD-PNF Provinsi Jawa Tengah, Pendidikan sebagai proses kecerdasan dan pembinaan bisa berubah menjadi monster dwarfisme dan alienasi bangsa dari budayanya, ”(Detik, 20/7/2020).
Penulis: KH. Imam Jazuli, Lc., M.A *
Editor: cak iPhin | sumber: detik.com
Discussion about this post