Kamis, Januari 28, 2021
  • Kirim Artikel
  • Privacy Policy & TOS
  • Redaksi
  • Kontak
Portal Berita Pendidikan Indonesia
  • Home
  • Berita
  • Inspirasi
  • Opini
  • Teknologi
  • Islam
  • Parenting
  • Infografik
No Result
View All Result
  • Login
  • Register
schmu news
  • Home
  • Berita
  • Inspirasi
  • Opini
  • Teknologi
  • Islam
  • Parenting
  • Infografik
No Result
View All Result
schmu news
No Result
View All Result
Home Opini

Belajar Merdeka dari Buya Syafii Maarif

by redaksi
7 Agustus 2020
in Opini, Tokoh
Reading Time: 3min read
0
0
buya syafii maarif

Buya Syafii Maarif

Share on FacebookShare on Twitter

Belajar Merdeka dari Buya Syafii: Buya Syafii Maarif, pada 3 Juli 2015 silam, mengajak saya untuk ikut hadir dalam acara peluncuran dan diskusi buku Muazin Bangsa dari Makkah Darat di Bentara Budaya Jl Palmerah Selatan Jakarta Pusat.

Mereka yang duduk sebagai pembahas: Alois A. Nugroho, Komaruddin Hidayat, dan Rahmawati Husein. Diskusi buku dalam rangka mensyukuri 80 tahun Buya Syafii Maarif ini dimoderatori oleh M Abdullah Darraz dari Maarif Institute.

Berangkat Terpisah

Isi Artikel

    • Berangkat Terpisah
  • Belajar Merdeka dari Buya Syafii Maarif
    • Ngobrol dengan Orang Tua
    • Belajar dari Buya Syafii

Beberapa hari sebelum berangkat, Buya berpesan agar saya yang saat itu masih “asing” dengan ibu kota, berangkat dengan pesawat terpisah dari Buya. “Anda harus mulai belajar dengan pengalaman baru. Silakan pilih mau naik pesawat apa, saya yang akan tanggung semua biayanya, asalkan jangan satu pesawat dengan saya,” kata Buya.

Dasar saya yang anak kampung, ndeso, waktu itu bingung antara mau berangkat atau tidak. Alasannya sederhana sekali: ewuh pakewuh. Atau mungkin ada rasa khawatir karena ini pengalaman pertama ke ibu kota seorang diri. Biasanya rombongan dan itu pun via darat. Padahal umur saat itu sudah 25 tahun.

Buya Syafii Maarif Bersama Buya Haedar Nashir
Buya Syafii Maarif Bersama Buya Haedar NashirBuya Syafii Maarif Bersama Buya Haedar Nashir, foto via liputan6.com

Belajar Merdeka dari Buya Syafii Maarif

Di hari pemberangkatan, sekitar pertengahan bulan Ramadan, kami sama-sama duduk menanti pesawat di Borobudur Lounge bandara Adi Sutjipto Yogyakarta. Sambil menunggu waktu pemberangkatan, Buya tampak serius membaca koran. Saat itu ia mengenakan batik warna ungu gelap dan sebuah tongkat penuntun.

Sambil menutup dan melipat koran, Buya Syafii Maarif berujar: “Rik, nasib anda masih jauh lebih baik dari pada saya. Saya dulu parah sekali. Saya ini kan anak kampung, tersuruk lagi. Cita-cita pun tidak terbayang di kepala. Jika bukan karena sekolah di Mu’allimin, sekolah anda juga, mungkin dunia ini bagi saya hanya sebatas kampung kelahiran saya itu. Anda harus bersyukur dan berterima kasih pada orang tua.”

Ngobrol dengan Orang Tua

Dalam perbincangan sekitar satu jam itu, Buya sempat berkomunikasi dengan Ibu saya di kampung via telepon. Betapa gembiranya orang tua di rumah ketika mendapatkan telepon secara tidak disangka-sangka dari seorang Buya meskipun hanya sekedar salam-sapa.

Baca Juga :  5 Permainan Belajar Anak Sederhana Untuk Menumbuhkan Kreatifitas

Buya terbang duluan, baru saya kemudian. Sampai bandara Soekarno Hatta, saya harus menuju Bentara Budaya seorang diri. Buya sudah menunggu di sana. Saya naik bus Damri sesuai arahan Buya. Kemudian naik angkot. Saat itu aplikasi ojek online belum masuk di handphone saya.

Baru saja memasuki wilayah Jakarta Pusat, Buya kirim pesan: “Rik, anda tidak tersesat, kan?”, “Aman, Buya, sebentar lagi sampai,” jawabku.

Dalam acara peluncuran dan diskusi buku yang diakhiri dengan buka bersama itu, Buya Syafii menitipkan beberapa buku di dalam tas saya. Jarang-jarang Buya begitu. Biasanya ia membawannya sendiri tanpa mau dibantu orang lain.

Belajar dari Buya Syafii

Kami bermalam di apartemen di Jalan Rasuna Said, Kuningan. Saat itu, sekitar pukul 03.00, saya terbangun untuk makan sahur. Tanpa sengaja, ketika berjalan menuju kamar kecil, saya melihat Buya Syafii. Pintu kamar Buya yang setengah terbuka itu tampak Buya di sana duduk di atas kursi kecil seorang diri menghadap kiblat. Buya sedang shalat malam. Ibadah yang rutin ia kerjakan itu biasanya ia lanjutkan dengan kegiatan membaca dan menulis (mengetik) sambil menunggu waktu Subuh.

Bungkusan nasi Padang yang telah dibeli setelah acara tadi malam sudah siap di atas meja. Kami makan bersama. Dari lantai 10, Jakarta dini hari masih menampakkan geliat kehidupan yang tak kunjung padam. Di sana jutaan manusia dari berbagai daerah mengais rezeki untuk membuat agar dapur tetap berasap. Tapi, dari sana juga jutaan orang harus menanggung derita karena ketimpangan sosial dan ekonomi.

baca juga: Belajar Parenting Lewat Permainan, Bunda Harus Mencobanya!

Pagi-pagi, saat mentari telah menyinari, Asmul Khairi mengantarkan kami menuju bandara Soekarno-Hatta. Saya dan Buya lagi-lagi harus dengan pesawat yang berbeda. Ketika turun dari mobil, Buya memasukkan sejumlah uang dengan agak memaksa ke kantong saku Asmul sebagai upah karena sudah mengantarkan kami sampai bandara. Mungkin 300 ribu rupiah. Seketika, Asmul menolaknya. Kata Buya dengan nada agak tinggi: “Heh! Anda tidak boleh menolak rezeki, terima kasih sudah mengantarkan kami sampai sini.”

***
Dengan tulus dan rendah hati, kami masih harus banyak-banyak belajar dari Buya Syafii, sosok yang merdeka, autentik, dan telah selesai dengan dirinya sendiri. Semoga sehat selalu, Buya.

@eriktaufani

baca juga: haji Sudja

via: Facebook @nurbaniyusuf

 

Source: Belajar Merdeka Dari Buya Syafii
Tags: Belajar MerdekaBuya Haedar NashirBuya Syafii MaarifInspirasiInspirasi BelajarInspirasi PendidikanOrang Tua
Share19TweetSendShare
redaksi

redaksi

Related Posts

Zona Gempa Megathrust dan Kesiapan Mitigasi Sekolah Kita

Zona Gempa Megathrust dan Kesiapan Mitigasi Sekolah Muhammadiyah

by cak iPhin
21 Januari 2021

news.schmu.id, Pendidikan: Zona Gempa Megathrust dan Kesiapan Mitigasi Sekolah Muhammadiyah, Menurut para ahli, Indonesia memiliki...

Kyai Ahmad Dahlan

Biografi KH Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah

by admin
27 Desember 2020

news.schmu.id, Tokoh: KH Ahmad Dahlan. Muhammadiyah, organisasi Islam terbesar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil...

Kenapa Sekolah Memaksa Anak Menerima Pelajaran Berat?

Kenapa Sekolah Memaksa Anak Menerima Pelajaran Berat?

by admin
6 November 2020

news.schmu.id, Sekolah Memaksa Anak. Pandemi ini semakin banyak orang tua jadi tahu kalau ternyata banyak...

ki hajar dewantara pendiri taman siswa

3 Fakta Ki Hajar Dewantara di Balik Sejarah Hari Pendidikan Nasional

by admin
29 Oktober 2020

news.schmu.id, Tiga Fakta Ki Hajar Dewantara, Sosok di Balik Sejarah Hari Pendidikan Nasional. Pada tanggal...

mengkritisi kompetensi guru Indonesia copy

Mengkritisi Kompetensi Guru Pada Sistem Pendidikan Nasional

by admin
20 Oktober 2020

news.schmu.id, Jakarta: Mengkritisi Kompetensi Guru Indonesia - 25 November diperingati sebagai Hari Guru. Guru adalah elemen...

Load More
Next Post
kisah kh ahmad dahlan

Kisah KH Ahmad Dahlan Melelang Harta Benda untuk Gaji Guru Muhammadiyah

Discussion about this post

Partner

schmu news

Portal Pendidikan Indonesia

logo google publisher
logo komik pak kyai

schmu news

  • Media Siber
  • Kirim Artikel
  • Kontak
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Inspirasi
  • Opini
  • Teknologi
  • Islam
  • Parenting
  • Infografik

© 2019

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In